Assalamu’alaiukum wr. wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi semua
Marilah kita
panjatkan syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kesempatan kepada kita
untuk berkumpul dalam acara ini. Tak lupa juga,
solawat beserta salam semoga selamanya terlimpah curahkan ke junjunan alam
yakni habibbana, wanabiyyana, Muhammad SAW.
Pada
kesempatan ini saya akan membahas tentang keutamaan puasa senin dan kamis.
Pertama, keutamaan
puasa senin kamis
Puasa senin kamis, termasuk puasa sunah yang menjadi
kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
melakukan puasa di hari senin dan kamis. (HR. Turmudzi 745 dan dishahihkan
Al-Albani).
Kemudian disebutkan dalam hadis dari Usamah bin Zaid radhiyallahu
‘anhuma, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terbiasa puasa setiap senin dan kamis. Ketika beliau ditanya alasannya, beliau
bersabda,
إِنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ
“Sesungguhnya amal para hamba dilaporkan (kepada
Allah) setiap senin dan kamis.” (HR. Abu Daud 2436 dan dishahihkan Al-Albani).
Inilah yang menjadi alasan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam merutinkan puasa senin dan kamis. Beliau ingin, ketika
amal beliau dilaporkan, beliau dalam kondisi puasa.
Kedua, apakah niat puasa senin kamis harus dimulai
sejak sebelum subuh?
Ada dua pendapat ulama terkait niat posisi niat puasa
sunah, apakah wajib dilakukan sebelum subuh, ataukah boleh baru dihadirkan di
siang hari.
Kita simak keteragan di Ensiklopedi Fiqh,
ذهب جمهور الفقهاء – الحنفية والشافعية والحنابلة – إلى أنه لا يشترط تبييت النية في صوم التطوع، لحديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت: دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم فقال: هل عندكم شيء؟ فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم . وذهب المالكية إلى أنه يشترط في نية صوم التطوع التبييت كالفرض. لقول النبي صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت الصيام من الليل فلا صيام له. فلا تكفي النية بعد الفجر، لأن النية القصد، وقصد الماضي محال عقلا
Mayoritas ulama – Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali –
berpendapat bahwa tidak disyaratkan, niat puasa sunah harus dihadirkan sebelum
subuh. Berdasarkan hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menemuiku pada suatu hari. Lalu beliau bertanya, “Apakah kamu memiliki
makanan?” Kami jawab, ‘Tidak.’
Lalu beliau mengatakan, “Jika demikian, saya puasa
saja.”
Sementara Malikiyah berpendapat bahwa dalam puasa
sunah disyaratkan harus diniatkan sejak sebelum subuh, sebagaimana puasa wajib.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang tidak
berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka tidak ada puasa baginya.”
Sehingga tidak boleh niat setelah subuh. Karena inti niat adalah keinginan
untuk beramal. Sementara menghadirkan keinginan amal yang sudah lewat itu
mustahil. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 28/88)
Sebagai contoh kasus, ketika hari senin, si A tidak
ada keinginan untuk puasa. Sehingga dia tidak sahur. Namun sampai jam 7.00, dia
belum mengkonsumsi makanan maupun minuman apapun. Ketika melihat istrinya
puasa, si A ingin puasa. Bolehkah si A puasa?
Jawab: Jika kita mengambil pendapat jumhur, si A boleh
puasa. Karena sejak subuh dia belum mengkonsumsi apapun.
Ketiga, Bolehkah puasa senin saja atau puasa kamis saja
Berdasarkan hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa hari senin dan
kamis.
Lalu apakah ini satu kesatuan, dua ibadah puasa yang
berbeda?.
Para ulama menegaskan, puasa di dua hari ini bukan
satu kesatuan. Artinya, orang boleh puasa senin saja atau kamis saja. Karena
tidak ada perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
dua hari itu harus dipasangkan, demikian pula tidak ada larangan dari beliau
untuk puasa senin saja atau kamis saja.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
ويستحب صيام الخميس من كل أسبوع في المحرم وغيره، وليس استحباب صيامه مرتبطا بصيام الاثنين قبله , بل يشرع لك أن تصومه وإن لم تصم الاثنين؛ لأن الأعمال تعرض يوم الخميس، وقد روى أبو داود في سننه: أن نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، وَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: إِنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ . اهــ
Dianjurkan untuk berpuasa sunah hari kamis di setiap
pekan, baik ketika bulan muharram maupun di luar muharram. Dan anjuran puasa
hari kamis tidak ada kaitannya dengan puasa senin sebelumnya. Bahkan anda
dianjurkan untuk puasa hari kamis, sekalipun anda tidak puasa hari senin.
Karena amal manusia dilaporkan di hari kamis. Diriwayatkan Abu Daud dalam
sunannya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa puasa setiap senin
dan kamis. Ketika beliau ditanya alasannya, beliau bersabda, “Sesungguhnya amal
para hamba dilaporkan (kepada Allah) setiap senin dan kamis.”
(Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 192137)
Keterangan lain juga disampaikan Syaikh Abdul Aziz
ar-Rajihi,
لا بأس يفرد الاثنين أو الخميس، فالمنهي عن إفراده الجمعة لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا يومها بصيام من بين الأيام” رواه مسلم
Tidak masalah puasa senin saja atau kamis saja. Karena
yang dilarang adalah puasa hari jumat saja, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian khususkan malam jumat dengan shalat
tahajud sementara di malam-malam lain tidak, dan jangan khususkan hari jumat
dengan puasa, sementara di hari-hari lainnya tidak puasa.” HR. Muslim
Selanjutnya beliau kembali menegaskan,
أما الاثنين لا بأس تفرد الاثنين تفرد الخميس تفرد الأربع لا بأس، هذا إنما خص بالجمعة
“Adapun hari senin, tidak masalah senin saja atau
kamis saja, puasa empat hari saja tidak masalah. Larangan ini hanya khusus
untuk puasa hari jumat saja.”
Keempat, Bolehkah niat puasa senin kamis digabungkan dengan
puasa sunah lain
Para ulama membahas masalah ini dalam kajian at-Tasyrik
bin Niyat ‘menggabungkan niat’.
Batasannya, apa ada amal yang statusnya laisa
maqsudan li dzatih, tidak harus ada wujud khusus, artinya dia hanya
berstatus sebagai wasilah atau bisa digabungkan dengan yang lain, maka niatnya
bisa digabungkan dengan amal lain yang sama.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فجمع أكثر من نية في عمل واحد هو ما يعرف عند أهل العلم بمسألة التشريك، وحكمه أنه إذا كان في الوسائل أو مما يتداخل صح، وحصل المطلوب من العبادتين، كما لو اغتسل الجنب يوم الجمعة للجمعة ولرفع الجنابة فإن جنابته ترتفع ويحصل له ثواب غسل الجمعة
Menggabungkan beberapa niat ibadah dalam satu amal,
dikenal para ulama dengan istilah ‘at-Tasyrik’. Hukumnya, jika amal itu terkait
wasilah, atau bisa digabungkan, maka dia boleh digabungkan. Dan dia bisa
mendapatkan dua ibadah.
Seperti orang yang mandi junub pada hari jumat, untuk
mandi jumat dan sekaligus untuk menghilangkan hadats besarnya, maka status
hadats besar junubnya hilang, dan dia juga mendapatkan pahala mandi jumat.
Selanjutnya, tim Fatwa Syabakah menyatakan,
فإذا تقرر هذا فاعلم أنه لا حرج في الجمع بين صيام الإثنين والخميس وبين أي صوم آخر، لأن الصوم يوم الإثنين والخميس إنما استحب لكونهما يومين ترفع فيهما الأعمال
Dengan memahami ini, anda bisa menyatakan bahwa tidak
masalah menggabungkan antara puasa senin kamis dengan puasa sunah lainnya.
Karena puasa senini kamis, dianjurkan karena posisinya di dua hari yang menjadi
waktu dilaporkannya amal kepada Allah. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103240).
Kelima, Pahala tetap mengalir, sekalipun tidak puasa
Bagian ini untuk memotivasi kita agar istiqamah dalam
menjalankan amal sunah.
Ketika anda memiliki kebiasaan amalan sunah tertentu,
baik bentuknya shalat, puasa, atau amal sunah lainnya, dan anda tidak bisa
melakukannya karena udzur sakit atau safar, maka anda akan tetap mendapatkan
pahala dari rutinitas amal sunah yang anda kerjakan.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba itu sakit atau bepergian maka
dicatat untuknya (pahala) sebagaimana (pahala) amalnya yang pernah dia lakukan
ketika di rumah atau ketika sehat.” (HR. Bukhari 2996).
Al Hafidz al-‘Aini mengatakan,
هذا فيمن كان يعمل طاعة فمنع منها، وكانت نيته لولا المانع أن يدوم عليها
”Hadis ini bercerita tentang orang yang terbiasa
melakukan amal ketaatan kemudian terhalangi (tidak bisa)
mengamalkannya karena udzur, sementara niatnya ingin
tetap merutinkan amal tersebut seandainya
tidak ada penghalang.” (Umdatul Qori, 14/247)
Dan itulah keistimewaan orang yang beriman. Pahala
rutinitas amal baiknya diabadikan oleh Allah.
Al Muhallab mengatakan,
“Hadis ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an,
Allah berfirman,
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
”Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh
mereka mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus.” (QS.
At Tin:6)
maksudnya mereka (orang-orang yang beriman)
mendapatkan pahala ketika mereka sudah tua dan lemah
sesuai dengan amal yang dulu pernah mereka kerjakan
ketika masih sehat, tanpa terputus. Oleh karena itu,
setiap sakit yang menimpa, selain yang akut dan setiap
kesulitan yang dialami ketika safar dan sebab lainnya, yang menghalangi
seseorang untuk melakukan amal yang menjadi kebiasaannya, maka Allah telah
memberikan kemurahannya dengan tetap memberikan pahala kepada orang yang tidak
bisa melakukan amal tersebut karena kondisi yang dialaminya.” (Syarh Shaih Al
Bukhari oleh Ibn Batthal, 3/146).
Untuk itu, carilah amal sunah yang ringan, yang
memungkinkan untuk anda lakukan secara istiqamah sampai akhir hayat, selama
fisik masih mampu menanggungnya. Karena amal yang istiqamah meskipun sedikit,
lebih dicintai Allah, dari pada banyak namun hanya dilakukan sekali dua kali.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا ، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
“Wahai para manusia, beramal-lah sesuai dengan
kemampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak
akan bosan sampai kalian bosan. Sesungguhnya amal yang
paling dicintai oleh Allah adalah amal yang paling rutin dikerjakan meskipun
sedikit.” (HR. Bukhari 5861 )
Allahu a’lam.
Demikianlah
para hadirin, pidato dari saya, semoga apa yang saya sampaikan dapat mengetuk
hati para hadirin untuk ikut merasakan saudara-saudara kita, saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya, jika ada kesalahan tutur kata yang tidak berkenan.
Terima kasih
dan wassalamu’alaikum
wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar