Assalamu’alaiukum wr. wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi semua
Marilah kita
panjatkan syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kesempatan kepada kita
untuk berkumpul dalam acara ini. Tak lupa juga,
solawat beserta salam semoga selamanya terlimpah curahkan ke junjunan alam
yakni habibbana, wanabiyyana, Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini saya akan
membahas tentang Zakat
Syarat
seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam
2. Merdeka
3. Berakal dan baligh
4. Memiliki nishab
Makna nishab di sini adalah
ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk
menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya,
jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai
nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”(Qs. Al Baqarah: 219)
Syarat-syarat nishab adalah sebagai
berikut:
1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang
harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan,
dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
2. Harta yang akan dizakati telah
berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan
dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali
yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)
Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat
pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil
ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika
menemukannya.
Misalnya, jika seorang muslim memiliki
35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu
40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga
mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab
tersebut.
Nishab, Ukuran dan Cara Mengeluarkan
Zakatnya
1. Nishab emas
Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar
yang dimaksud adalah dinar Islam.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.
Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
“Tidak ada kewajiban atas kamu
sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki
20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat ½ dinar.
Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta,
kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi)
Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau
1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya,
maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang
paling kuat.
2. Nishab perak
Nishab perak adalah 200 dirham. Setara
dengan 595 gr, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam
Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan
emas.
3. Nishab binatang ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak sama
dengan di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering
digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.
“Dan dalam zakat kambing yang
digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)
4. Nishab hasil pertanian
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan
disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)
Adapun nishabnya ialah 5 wasaq,
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5
wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
5. Nishab barang dagangan
Pensyariatan zakat barang dagangan masih
diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan,
nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.
6. Nishab harta karun
Harta karun yang ditemukan, wajib
dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan
keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dalam harta temuan terdapat seperlima
(1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)
Cara Menghitung Nishab
Dalam menghitung nishab terjadi
perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama
setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab
kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman
pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan
nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut
berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau
sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna
nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh
as-Sunnah 1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling kuat -ed) insya
Allah. Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab
pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan
nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya
bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari
bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun
sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya. Demikian tulisan singkat ini,
mudah-mudahan bermanfaat.
Demikianlah para hadirin, pidato dari saya, semoga apa yang saya
sampaikan dapat mengetuk hati para hadirin untuk ikut merasakan saudara-saudara
kita, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika ada kesalahan tutur kata yang
tidak berkenan.
Terima kasih
dan wassalamu’alaikum
wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar